A.
PENGERTIAN
AGRIBISNIS
Agribisnis
adalah bisnis atau kegiatan berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu"
dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja
pada rantai sektor pangan (food supply chain). Dalam makalah ini penulis
mengambil pembahasan mengenai “kacang kedelai”
Pada
awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani,
yaitu Glycine sojadan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah
disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah
ilmiah, yaitu Glycine max (L.)
Merill. Klasifikasi tanaman kedelaisebagai berikut
:
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.)
Merill
1.
Pendahuluan
Saat
ini tanaman kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah
beras disamping sebagai bahan pakan dan industri olahan. Karena hampir 90%
digunakan sebagai bahan pangan maka ketersediaan kedelai menjadi faktor yang
cukup penting (Anonimous, 2004c). Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman
palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting sebagai sumber
protein nabati untuk peningkatan gizi dan mengatasi penyakit kurang gizi
seperti busung lapar Perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber
protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai juga sebagai penurun
cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai
dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker. Oleh
karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan
kesadaran masyarakat tentang makanan sehat. Produk kedelai sebagai bahan olahan
pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah
bahkan sebagai komoditas ekspor.
Kebutuhan
kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri
baru mencapai 0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton
(Anonimous 2005c) Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari
produksi dalam negeri sendiri. Upaya untuk menekan lajuimpor tersebut dapat
ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam,
peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan
kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan
sistem permodalan, pengembangan infra struktur, serta pengaturan tataniaga dan
insentif usaha (Anonimous, 2004c; 2005c). Mengingat Indonesia dengan jumlah
penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang
pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di
dalam negeri untuk menekan laju impor (Anoniomus, 2005b).
Tujuan
penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang arah pengembangan produksi
kedelai ke depan dan kebijakan penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan arah kebijakan pengembangan komoditas kedelai.
Saat
ini tanaman kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang penting setelah
beras disamping sebagai bahan pakan dan industri olahan. Karena hampir 90%
digunakan sebagai bahan pangan maka ketersediaan kedelai menjadi faktor yang
cukup penting (Anonimous, 2004c). Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman
palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting sebagai sumber
protein nabati untuk peningkatan gizi dan mengatasi penyakit kurang gizi
seperti busung lapar Perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber
protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai juga sebagai penurun
cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai
dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker. Oleh
karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan
kesadaran masyarakat tentang makanan sehat.
Produk
kedela sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam
menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor.
Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton (Anonimous 2005c) Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri. Upaya untuk menekan lajuimpor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra struktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha (Anonimous, 2004c; 2005c). Mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam negeri untuk menekan laju impor (Anoniomus, 2005b).
Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar 1,31 juta ton (Anonimous 2005c) Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri. Upaya untuk menekan lajuimpor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra struktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha (Anonimous, 2004c; 2005c). Mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam negeri untuk menekan laju impor (Anoniomus, 2005b).
Tujuan
penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang arah pengembangan
produksi kedelai ke depan dan kebijakan penelitian, sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan pengembangan komoditas kedelai.
bahan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan pengembangan komoditas kedelai.
2.
Cara
Baru Melihat Pertanian
Selama
pemerintahan Orde Baru, sektor pertanian tidak mendapatkan perhatian
sebagaimana mestinya. Pertanian hanya dipandang sebagai sektor yang signifikan
dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, tetapi tidak sebagai penghela
pertumbuhan ekonomi, dibandingkan dengan industri manufaktur.
Hal
ini dipengaruhi oleh paradigma dasar pembangunan pertanian kala itu yang masih
sempit sebatas usaha bercocok tanam (on farm agriculture). Sehingga orientasi
pembangunan pertanian lebih bertumpu pada peningkatan produksi dalam rangka
mencapai swasembada pangan, dari pada mengembangkannya sebagai sebuah peluang
ekonomi yang mampu meraup devisa. Paradigma yang sempit tentang pertanian
tersebut harus digantikan dengan paradigma baru pertanian modern. Paradigma
yang dimaksudkan adalah paradigma Agribisnis.
Dalam
agribisnis pertanian bukan sekedar dipandang sebagai kegiatan bercocok tanam,
tetapi juga termasuk aktivitas pengadaan sarana produksi pertanian, pengolahan
hingga pemasaran produk pertanian. Atau dalam bahasa Davis dan Goldberg1
agribisnis merupakan “the sum total of all operation involved in the
manufacture and distribution of farm supplies; production operation on farm;
and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made
from them”
Perubahan
paradigma ini sangat penting mengingat sikap dan perilaku seseorang atau
pengambil keputusan akan sangat ditentukan oleh paradigma atau cara pandangnya
terhadap permasalahan. Dengan paradigma baru pertanian (Agribisnis) ini akan
diperoleh dimensi baru dan pemahaman baru yang lebih lengkap dalam memandang
sektor pertanian.
Berdasarkan
cara pandang baru diatas, jelaslah bahwa setiap komoditi pertanian mempunyai
suatu sistem agribisnis yang terdiri dari berbagai subsistem fungsional yang
terintegrasi satu sama lain secara vertikal. Hubungan antara sektor pertanian
dengan sektor industri pun menjadi sangat erat dan saling tergantung satu sama
lain dalam paradigma diatas. Agribisnis mencakup seluruh kegiatan di sektor pertanian
dan sebagian dari sektor industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian
(Agroindustri Hulu) dan mengolah hasil-hasil pertanian (Agroindustri Hilir).
Thailand
dan Taiwan merupakan contoh negara pertanian yang memakai paradigma agribisnis
sebagai orientasi pembangunan pertanian. Dan kini terbukti dua negara tersebut
merupakan negara agribisnis yang tangguh, dimana kegiatan budidaya sebagai
salah satu subsistem dalam sistem agribisnis didukung secara total oleh
subsistem lainnya.
3.
Sistem
Agribisnis
Sistem
agribisnis merupakan kesatuan atau kumpulan dari elemen agribisnis yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama, menggunakan input dan
mengeluarkan output produk agribisnis melalui pengendalian proses yang telah
direncanakan.
Ruang Lingkup Agribisnis
Agribisnis
mencakup keseluruhan perusahaan yang terkait denga kegiatan, artinya meliputi:
seluruh sektor bahan masukan, usahatani, terlibat dalam produksi, dan pada
akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran penjualan secara borongan, dan
penjualan eceran produk kepada konsumen akhir.
Sektor
agribisnis di dalm lingkup ekonomi masa kini mencakup bermacam-macam usaha
komersil, menggunakan kombinasi heterogen sumberdaya tenaga kerja,
bahan, modal dan teknologi. Sistem bahan pangan dan sandang yang sangat luas
sekali, suatu sistem yang terus menerus di ubah agar sesuai dengan permintaan
konsumen serta mampu menyediakan bahan pangan dan sandang untuk pasar domestik
maupin dunia (W. David Downey & Steven P. Erikson, 1998).
Ruang lingkup agribisnis tersebut dapat disederhabakan
menjadi:
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
1. Pembangunan
Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang
dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis. Hal ini dapat diartikan
bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa harus saling berkesinambungan
dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering kita dapatkan selama ini adalah
industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan
bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan baku yang
dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan produksi
pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun
industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan
Agribisnis Vertikal.
2. Membangun
Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan
komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang
digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui
membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan
perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama
(Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis
industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan
kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation
and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk
agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan
bersaing, yaitu dengan cara:
ü Mengembangkan
subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan
subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan
membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini
produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk
lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
ü Pembangunan
sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini peranan
Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama sistem agribisnis
secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada
tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
ü Perlu
orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada
peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan
permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen
secara efisien..
3. Menggerakkan
kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Oleh karena
itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang
berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani,
Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi
keharmonisan Sistem Agribisnis.
4. Menjadikan
Agroindustri sebagai A Leading Sector. Agroindustri adalah industri yang
memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat
dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas
pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri
maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir
agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain
yang menyediakan bahan baku(input) lain diluar komoditas pertanian,
seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri,
tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti
industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan
alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin
perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai
A Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
§ Memiliki
pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang
dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total.
§ Memiliki
pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
§ Memiliki
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik
pertumbuhan banyak sektor lain.
§ Keragaan
dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun
daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.
§ Tingginya
elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.
§ Elastisitas
Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar
§ Angka
pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar
§ Kemampuan
menyerap bahan baku domestic
§ Kemampuan
memberikan sumbangan input yang besar.
5. Membangun
Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
Industri
Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk
agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis
seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran,
penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk
bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun
juga ditentukan pada industri perbenihan. Untuk membangun industri perbenihan
diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri perbenihan nasional.
Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial)
berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat
dikembangkan menjadi industri perbenihan modern. Pada tahap berikutnya
daerah-daerah yang memiliki kesamaan agroklimat dapat mengembangkan jenjang
benih yang lebih tinggi seperti jenjang benih induk,
6. Dukungan
Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Dalam
rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak jenis dan
ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub sistem
agribisnis. Untuk kondisi di Indonesia yang permasalahannya
adalah skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani
memiliki produk agro-otomotif karena harganya terlalu mahal. Oleh karena itu
perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau
perusahaan agro-otomotif itu sendiri.
Dukungan
Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
Pada
waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking
baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk),
yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana
yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk
pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara
mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam
mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem
agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang
selama ini dikembangkan.
7. Pengembangan
Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Perlu
adanya perubahan fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
Ø Meningkatkan
kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
Ø Meningkatkan
daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih optimal.
Ø Menyediakan
produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
Ø Meningkatkan
peluang pasar
Ø Memperbaiki
mutu produk dan jasa
Ø Meningkatkan
pendapatan
Ø Menjadi
Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
Ø Menjadikan
koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan koperasi dengan
anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling esensial dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat.
Ø Melakukan
kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi anggota.
Ø Perlu
mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi
koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi
agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung distribusi, pemasaran
dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta perlu melakukan promosi untuk
memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi
Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani
kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.
8.
Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi
agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses,
distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
9.
Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan
pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:
Ø Tahap
kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak
terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan
produk primer. Perekonomian berbasis pada pertanian.
Ø Akan
digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan
pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok
agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi padat
modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga
pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.
Ø Tahap
pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan teknologi
serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan Litbang pada
setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi mengikuti pasar. Perekonomian
akan beralih dari berbasis Modal ke perekonomian berbasis Teknologi.
Ø Membumikan
pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan
Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis
Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.
11. Dukungan
perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk
membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan
memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan
sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi
adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah,
khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30 tahun terakhir, keluaran kredit
pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit
perbankan. Padahal sekitar 60 % dari
penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm
agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem
perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang demikian
selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat)
ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang
biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan
yang berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak
akan kembali ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi
Perbankan, yaitu dengan merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking
system (UBS), yakni perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik
ekonomi lokal. Kebutuhan kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta
perbedaan juga terjadi pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat agunan
kredit juga disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang modal lainnya, juga
bisa penggunaan Warehouse Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif
agunan pada petani. .WRS adalah suatu sistem penjaminan dan transaksi
atas surat tanda bukti (Warehouse Receipt).
12. Pengembangan
strategi pemasaran
Pengembangan
strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa
depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar
heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma
pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Sehingga
dengan berubahnya paradigma tersebut, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci
tentang preferensi konsumen pada setiap wilayah, negara, bahkan etnis dalam
suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar dalam upaya
memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain itu
diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan preferensi
konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product mapping)..
Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi
aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian
mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan.
13. Pengembangan
sumberdaya agribisnis. Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya
agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan
kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan
agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan adalah
pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming, teknologi
proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga peran Litbang
sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan litbang diperlukan
pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan mengkomunikasikan
informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar komponen jaringan,
mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna langsung dan
mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada konsumen. Dalam
pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama tim (team work) SDM
Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis pelaku langsung dan SDM
Agribisnis pendukung sektor agribisnis.
14. Penataan
dan pengembangan struktur Agribisnis. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat
telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh karena itu penataan
dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok
yaitu:
Ø Mengembangkan
struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran
produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis
pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan
manajemen.
Ø Mengembangkan
organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang menangangani
seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai dengan subsistem
agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada subsistem
agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.
Dalam
penataan tersebut, ada 3 bentuk :
a) Pengembangan
koperasi agribisnis dimana petani tetap pada subsektor agribisnis usahatani,
sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir ditangani koperasi
agribisnis milik petani.
b) Pengembangan
Agribisnis Integrasi Vertikal dengan pola usaha patungan (Joint Venture). Pada
bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor hulu, primer dan hilir yang selama ini
dikerjakan sendiri-sendiri harus dikembangkan dalam perusahaan agribisnis
bersama yang dikelola oleh orang-orang profesional.
c) Pengembangan
Agribisnis Integratif Vertikal dengan pola pemilikan Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian
keuntungannya didasarkan pada pemilikan saham
15. Pengembangan
Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis. Perlu perubahan orientasi lokasi
agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi
bahan baku, dalam hal ini untuk mengurangi biaya transportasi dan resiko
kerusakan selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta
perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama
ekonomi. Serta berdasar Keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan
perlu dilakukan secara nasional sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan
setiap propinsi dalam menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat
secara nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik
akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.
16. Pengembangan
Infrastruktur Agribisnis. Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis,
perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan
transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan
domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.
17. Kebijaksanaan
terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan
terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a) Kebijaksanaan
pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
b) Kebijaksanaan
tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
c) Kebijaksanaan
pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
d) Kebijaksanaan
ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.
Beberapa
kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah danmengembangkan potensi,
antara lain:
a. Mengembangkan
forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis
dengan penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kebijaksanaan
yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis keseluruhan, atau subsistem didalam
agribisnis.
b. Forum
tersebut terdiri dari perwakilan departemen terkait.
c. Mengembangkan
dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.
d. Mengembangkan
kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk meningkatkan
produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar domestik dan
internasional.
18. Pengembangan
agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan
adalah:
a. Farming
Reorganization
Reorganisasi
jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan
komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam
hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya
0,1 Ha.
b. Small-scale
Industrial Modernization
Modernisasi
teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi
dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
c. Services
Rasionalization
Pengembangan
layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis
untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah
lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya penyuluhan.
19. Pembinaan
Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi
pedesaan. Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan
aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek
bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan
agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang
merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan
pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi
banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga
penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS
20. Pemberdayaan
sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan dan
Devisa. Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor
agribisnis nasional, yaitu:
a. Reformasi
strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada industri
agribisnis domestik.
b. Kebijakan
penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan pangan.
c. Reformasi
pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu Departemen
yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS
d. Pengembangan
agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui koperasi
agribisnis.
4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar