Rabu, 27 November 2013

Ekonomi Politik Internasional Indonesia

Ekonomi Politik Internasional Indonesia
indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi; potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. indonesia - negara dengan ekonomi paling besar di asia tenggara - sering disebut sebagai calon layak untuk menjadi salah satu anggota negara-negara bric (brasilia, rusia, india dan cina) karena ekonominya dengan cepat menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang sama dengan anggota lain tersebut. belakangan ini sebuah kelompok baru sempat menuntut perhatian. kelompok ini terdiri dari negara-negara berkembang yang ditandai dengan ekonomi menjanjikan yang beragam, sistem keuangan yang cukup canggih dan jumlah penduduk yang tumbuh dengan cepat. kelompok ini dikenal dengan akronim civets (kolombia, indonesia, vietnam, mesir, turki dan afrika selatan) dan - kalau ditambah - angka total produk domestik bruto (pdb) anggota-anggota civets ini diperkirakan senilai separuh pdb global pada tahun 2020.
contoh lain yang menggambarkan pengakuan internasional akan pertumbuhan ekonomi indonesia yang kuat adalah kenaikan peringkat dari lembaga pemeringkat kredit internasional seperti fitch ratings, moody's dan standard & poor's. pertumbuhan ekonomi yang tangguh, utang pemerintah yang rendah dan manajemen fiskal yang bijaksana dijadikan alasan untuk kenaikan penilaian tersebut. hal itu juga merupakan kunci dalam masuknya arus modal keuangan yang berupa dana asing ke indonesia: baik aliran portofolio maupun investasi asing langsung (fdi) yang meningkat secara signifikan. arus masuk fdi, yang sebelumnya relatif lemah dan mengguncang fondasi negara selama satu dasawarsa setelah krisis keuangan asia, menunjukkan peningkatan tajam setelah krisis keuangan global 2008-2009.
Ekonomi politik china
China merupakan salah satu negara yang paling besar di dunia. Kebudayaannya telah menjadi inti dari kebudayaan di Asia Timur pada umumnya. Sejak ribuan tahun sebelum masehi, China sudah membangun banyak sistem kehidupan manusia – termasuk hubungan antarnegara - dan melahirkan prinsip-prinsip pemikiran ketimuran yang tetap lestari sampai saat ini, bahkan tetap mengakar kuat di dalam budaya China modern sekalipun.
Kebudayaan China bahkan telah melahirkan “Lingkaran Kebudayaan Han” di Asia Timur, yaitu budaya yang menginspirasi rakyat China, Jepang, dan Korea yang sepintas terlihat mirip.
Bangsa China, atau yang juga disebut Tionghoa, juga dikenal mahir berdagang. Hal inilah yang menjadikan ekonomi China maju pesat pada saat ini maupun pada masa lampau.China juga telah memiliki mekanisme hubungan antar negara yang baik sejak dulu. Kekaisaran China bahkan sempat menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa melalui Jalur Sutera (Silk Road) yang menghubungkan Eropa dan Asia lewat darat. Selain itu, China juga menjalin hubungan perdagangan dan kenegaraan dengan berbagai kawasan di dunia, termasuk Asia Tenggara yang memiliki letak geografis yang strategis bagi perdagangan.
Cina mencirikan ekonominya sebagai Sosialisme dengan ciri Cina. Sejak akhir 1978, kepemimpinan Cina telah memperharui ekonomi dari ekonomi terencana Soviet ke ekonomi yang berorientasi-pasar tapi masih dalam kerangka kerja politik yang kaku dari Partai Komunis. Untuk itu para pejabat meningkatkan kekuasaan pejabat lokal dan memasang manajer dalam industri, mengijinkan perusahaan skala-kecil dalam jasa dan produksi ringan, dan membuka ekonomi terhadap perdagangan asing dan investasi. Kearah ini pemerintah mengganti ke sistem pertanggungjawaban para keluaga dalam pertanian dalam penggantian sistem lama yang berdasarkan penggabunggan, menambah kuasa pegawai setempat dan pengurus kilang dalam industri, dan membolehkan pelbagai usahawan dalam layanan dan perkilangan ringan, dan membuka ekonomi pada perdagangan dan pelabuhan asing. Pengawasan harga juga telah dilonggarkan. Ini mengakibatkan Cina daratan berubah dari ekonomi terpimpin menjadi ekonomi campuran.
Pemerintah RRC tidak suka menekankan kesamarataan saat mulai membangun ekonominya, sebaliknya pemerintah menekankan peningkatan pendapatan pribadi dan konsumsi dan memperkenalkan sistem manajemen baru untuk meningkatkan produktivitas. Pemerintah juga memfokuskan diri dalam perdagangan asing sebagai kendaraan utama untuk pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka mendirikan lebih dari 2000 Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zones, SEZ) di mana hukum investasi direnggangkan untuk menarik modal asing. Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999 dengan jumlah populasi 1,25 milyar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita, Cina menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga terbesar di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Pendapatan tahunan rata-rata pekerja Cina adalah $1.300. Perkembangan ekonomi Cina diyakini sebagai salah satu yang tercepat di dunia, sekitar 7-8% per tahun menurut statistik pemerintah Cina. Ini menjadikan Cina sebagai fokus utama dunia pada masa kini dengan hampir semua negara, termasuk negara Barat yang mengkritik Cina, ingin sekali menjalin hubungan perdagangan dengannya. Cina sejak tanggal 1 Januari 2002 telah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia.

 Organisasi Internasional
kerja sama bilateral indonesia dan china merupakan suatu hubungan diplomatik yang bersifat idealis dan kompetitif. banyaknya hal yang menguntungkan dari kerjasama ini, akan menciptakan suatu hubungan bilateral yang dinamis, bersama dengan persaingan produk cina yang menjamur di pasaran indonesia, membuat komditi pasar indonesia pun, harus segera dapat menyeimbangkan pendapatan distribusi penyebaran produk china, yang telah menduduki pasaran tingkat atas pada sistem distribusian.namun dibalik persaingan ekonomi, di kedua negara ini, yakni indonesia dan china, kedua negara ini begitu banyak membangun diplomasi di bidang lain, selain di bidang ekonomi, indonesia dan china terlibat dalam g-20, dan termasuk dalam asean plus 3, dan organisasi perdagangan wto.
ini membuktikan, bahwa indonesia dan china masih memiliki hubungan yang berkesinambungan dalam hal kerjasama politik, yang dimana hubungan ini masih sangat diperlukan untuk saling mendukung dalam upaya meningkatkan dukungan intensitas kepercayaan internasional.banyaknya produk china yang menjamur di pasaran indonesia, dikarenakan, keahlian para pengusaha dari china, yang mampu membaca situasi pasar indonesia, yang kurang mengembangkan industri kecilnya, yang dinilai berpotensi menjadi salah satu pengembangan hegemoni baru, untuk menghasilkan komoditi yang cukup bagus bagi pasaran ekspor di luar negeri.
 hal ini menjadi sebuah problema tersedendiri yang telah dimanfaatkan china, untuk membidik pasaran indonesia, yang dinilai oleh china, indonesia masih mengalami pendapatan ekonomi masyarakatnya. sehingga sebuah pencitraan konsumsi pasar baru, diciptakan oleh china, untuk mencari keuntungan tersendiri dari efek keadaan indonesia yang rata-rata penduduknya memiliki income per kapita yang kecil, dalam statistik perekonomiannya.diluar dari permasalahan persaingan bisnis ekonomi, indonesia dam china, harus dapat saling memahami, untuk lebih jauh mengadakan pendekatan ke arah bidang yang lain. indonesia dapat mempelajari dari sistem hukum china, mengenai pemberantasan korupsi, yang dilaksanakan pemerintah china dengan tegas.
china telah berhasil menyelesaikan dengan tegas, mengenai ekspansi korupsi, dengan menggunakan sistem hukum yang cukup berat, bagi para pelaku korupsi di negeri china tersebut. indonesia harus lebih bersikap dewasa dalam mengelola lebih jauh mengenai hubungan diplomasi yang kondusif dengan china. selain afta china yang masuk ke dalam regionalisme asean, indonesia harus dapat dengan cermat membidik celah, untuk menyeimbangkan sektor ekonominya, agat tidak terjadi konjungtivitas terlalu jauh dengan china.
Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah: (1) memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (2)  meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif; (3) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; dan (4) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani kesenjangan yang ada di kedua belah pihak. Dalam Framework Agreement, para pihak menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui: (1) penghapusan tarif dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang; (2) liberalisasi secara progressif barang dan jasa; dan (3) membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam rangka ASEAN-China FTA.
            ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.

Dampak acfta bagi kedua Negara
Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas atau AFTA ASEAN-China, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara teoritis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).
Saat ini AFTA ASEAN-China sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN dan China secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 0-5 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 dan China (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand)
Sesuai dengan teori yang dibahas di atas, AFTA ASEAN-China tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN dan China secara signifikan. Ekspor China ke ASEAN, misalnya, ke Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan dalam kurun waktu yang sama. Dan begitu juga antar negara anggota ASEAN dan China.
Adanya AFTA ASEAN-China telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN dan China untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dan China dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN.
Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen.
Berbeda dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya penetrasi produk-produk China di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk negara ASEAN. Pada tahun 2001 China menguasai sekitar 6,0 persen dari total impor Indonesia. Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar negara-negara ASEAN. Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.
Sebaliknya, berbeda dengan negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum terlalu diperhatikan potensi pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan sejak AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8 persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya.
Produsen internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara untuk dapat menyuplai produknya ke negara-negara tersebut. Produsen internasional dapat memilih satu negara di kawasan ini untuk dijadikan basis produksinya dan memenuhi permintaan produknya di negara di sekitarnya dari negara basis tersebut. Turunnya tarif impor antarnegara ASEAN dan China membuat kegiatan ekspor-impor antarnegara ASEAN-China menjadi relatif lebih murah dari sebelumnya. Tentunya negara yang dipilih sebagai negara basis suatu produk adalah yang dianggap dapat membuat produk tersebut dengan lebih efisien (spesialisasi).
Negara-negara di kawasan ini tentunya berebut untuk dapat menjadi pusat produksi untuk melayani pasar ASEAN dan China karena semakin banyak perusahaan yang memilih negara tersebut untuk dijadikan pusat produksi, akan semakin banyak lapangan kerja yang tersedia. Sayangnya, Indonesia tampaknya masih tertinggal dalam menciptakan daya tarik untuk dijadikan pusat produksi.
Adapun dampak dari AFTA ASEAN-China pada perekonomian Indonesia adalah
  1. Menyengsarakan dan menghancurkan industri manufaktur / pabrikan lokal akan terancam tutup karena tidak mampu bersaing dengan produk-produk lokal, khususnya China.
  2. Meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan karena menurunnya kinerja industri manufaktur nasional. (Ekonom Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga Hendrawan Supratikno)
  3. Menurunnya tingkat pendapatan perkapita masyarakat.
  4. Melemahkan pertumbuhan ekomomi Indonesia yang seharusnya 6 %, pada 2010 di perkirakan di bawa 5 %, maka stabilitas negara menurun. (Daniel Foxman, Director, Retail, and Shopper South Asia TNS (lembaga riset terkait industri dan ritel)
Dalam ACFTA seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 40% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Juli 2006.[1][5] Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 60% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Januari 2007. Dan seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 100% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Januari 2010. Maksimum sebanyak 150 tarif dapat diajukan penundaan hingga 1 Januari 2012.[2][6]Dengan adanya pengurangan tarif tersebut perdagangan bebas antara Cina dengan Negara-negara di kawasan Asia tenggara telah di laksanakan tentu hal ini para pelaku yang bermain didalamya harus mampu memanfaatkan peluang yang ada agar dapat memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar